“Ada 10 kelemahan praktisi PR di Indonesia,” ungkap Wahyu Muryadi, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo dalam wawancara khusus dengan Bosko Nambut (PRWorld) disela-sela Workshop PR oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) Indonesia, Juni lalu di Bangkok.
Berikut ini petikan
wawancara sekaligus rangkuman materi yang dibeberkan Wahyu dengan tema
“Media Massa dan Isu Seksi” pada workshop yang diikuti belasan praktisi
PR Indonesia itu.
Q: Bagaimana seharusnya memunculkan hot issues itu bagi media massa dan bagi insan praktisi public relations?A: Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan antara lain: isu itu harus mempunyai nilai berita: peristiwanya harus luar biasa, dapat menjadi pusat perhatian publik, menjadi atensi para petinggi negara. Yang juga penting adalah menjadi kepala berita di media massa nasiional secara berkelanjutan dan dapat menjadi 'bola liar', 'efek bola salju' dan 'bencana' bagi para pihak terkait.
Q: Apa saja contoh isu-isu hot atau yang dikategorikan ‘seksi’ bagi media massa dan itu ‘seksi’ juga menjadi publik?
A: Ada banyak, apalagi sekarang ini. Kita dapat membaca, menonton atau melihatnya di media massa, yang menjadi headline,
sebagai contoh, ketika itu heboh rencana kedatangan Lady Gaga dan
bagaimana FPI, MUI dan lainnya menentang kedatangannya. Menariknya lagi,
Mabes Polri tidak merestui atau tidak memberikan ijin. Contoh lain
peristiwa jatuhnya Sukhoi, kasus Nazaruddin, Annas Urbaningrum, Angelina
Sondakh, sejumlah petinggi Partai Demokrat dan partai lainnya atau
anggota DPR yang diduga terlibat korupsi. Contoh lain, masalah Lapindo,
skandal cek pelawat yang menyeret Miranda Goeltom, Nunun Nurbaetie,
kasus korupsi Simulator SIM dan lainnya. Sekarang ini ramai pula Capres
2014 dan Pilgub DKI putaran kedua, masih banyak lagi.
Q: Apa saja sebenarnya unsur-unsur dalam Nilai Berita?
A: Ada
beberapa unsur, di antaranya : Kehangatan atau Aktualitas, ada pula
unsur Kedekatan atau Proksimitas, Ketokohan atau Figur. Selain itu harus
memiliki unsur “Pertama Kali Terjadi” beritanya Trendy dan Berdampak Luas atau memiliki unsur Magnitude.
Memiliki unsur Dramatik, Angle-nya baru, Sesuai Misi, harus Informatif,
Keamanan Lingkungan, Eksklusif, Prestisius dan juga Kontroversial.
Q: Menurut Anda apa saja dan bagaimana urgensi peran media massa?
A; Ok, seperti yang kita ketahui, ada adagium Pers: bad news is good news; good news is no news. Memang demikian adanya, tetapi sekarang ini ada lagi good news is good news. Apakah masih cita-cita atau sudah terjadi? Ya sudah terjadi. Kalau TEMPO, success story
itu sekarang dapat tempat, misalnya inovasi, harapan-harapan untuk
Indonesia yang lebih baik ke depannya. Tidak melulu cerita-cerita
korupsi atau keboborokan. TEMPO misalnya memiliki program 10 bupati
pilihan TEMPO, 10 walikota pilihan TEMPO, karena mereka memiliki harapan
dan mereka semua jempolan-jempolan. Waktu itu TEMPO diundang Bank
Mandiri menghadiri pembukaan cabangnya di Shanghai, ya saya datang dan
ini adalah bank Indonesia pertama yang buka cabang pertama di Cina
daratan. Kan memenuhi “Unsur sebagai Pertama Kali” memenuhi unsur
efeknya luas dan di sana hadir semua konglomerat-konglomerat.
Unsur-unsur nilai berita itu terpenuhi. Untuk memenuhi nilai-nilai
berita itu, tidak selalu dengan berita buruk, tetapi juga bisa dengan
berita bagus, berita gembira. Pembukaan cabang Mandiri di Cina daratan
ini pertanda kita sudah bisa mengepakan sayap di Cina Daratan dan
bank-bank asing itu begitu mudahnya masuk di Indonesia. Tugas media
massa itu memang mewartakan kebenaran dan kebaikan. Kalau memang itu good news ya harus good news, kalau
itu wajib diberitakan ya wajib diberitakan. Yang harus dihilangkan
adalah ‘yang tidak benar’ dimunculkan sebagai ‘yang tidak benar’ nah itu
kacau. Atau Anda munculkan ‘yang tidak benar’ kemudian Anda benarkan,
itu melanggar. Tidak etis dan itu namanya ‘pedagang berita.’ Bisnis
media massa adalah bisnis trust. Kalau medianya dipakai untuk kepentingan yang tidak menarik ya pasti pengiklan jadi malas.
Q: Bagaimana sebaiknya mengubah bad news menjadi good news?
A: Harus kuasai masalahnya, ceritakan apa adanya, konteksnya, koreksinya ya just for background. Kemudian perhatikan pembuatan atau penyusunan press release.Press release harus bagus, berisi dan mampu menghidupkannya, jangan lupa testimoni pakar, jangan defensif serta update terus, lalu fokuskan pada sisi baiknya.
Q: Kembali kepada pertanyaan tadi, urgensi peran media massa itu apa saja menurut Anda?
A: Pertama, pewarta kebenaran dan hanya berpihak pada kebenaran. Kedua, bisa mengharumkan korporasi atau institusi atau figur. Ketiga, Publik atau seseorang, tetapi sekaligus bisa mengungkapkan sisi negatifnya melalui liputan investigasi. Keempat, demi kepentingan publik dan bukan pemilik modal atau pesanan pihak tertentu. Kelima, mengubah kebijakan publik. Keenam,
alur informasinya yakni: dari isu menjadi peristiwa, lalu sampai
publik, seterusnya menjadi opini pubik hingga akhirnya memunculkan
kebijakan publik.
Q: Menurut Anda bagaimana praktisi PR itu memikat pers?
A:
Kalau praktisi yang benar-benar dididik untuk menjadi orang PR, pasti
dia sudah tahu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan: Kegiatan yang
harus dilakukan harus mempunyai "Nilai berita" misalnya, apa yang baru
atau apa yang istimewa. Praktisi PR tidak boleh kenal lelah, harus
bekerja keras, selalu kreatif yang sifatnya out of the box, orang PR harus selalu update terus berita dan harus punya wawasan luas, sebarkan apa yang harus disebarkan melalui perlbagai wahana yang sifatnya multiplatform. Harus sering melakukan tatap muka dan itu jauh lebih efektif dan bukan sekedar media visit.
Harus tahu peta media massa, kuasai dan fokuskan saja pada media massa
terkemuka nasional, internasional, daerah atau media massa segmented
yang berkaitan dengan perusahaan Anda. Jangan lupa juga media sosial
yang semakin efektif. Orang PR harus mengetahui dan memahami organigram
media massa, jangan hanya andalkan sudah kenal Pemred-nya. Kenal dan
berhubungan baik-lah dengan wartawannya. Yang harus disadari juga adalah
lakukan sosialisasi atau pengkondisian sejak dini ya sebelum
masalahnya meledak. Jadi harus punya jaringan luas, kenal dan
berhubungan baik dengan Editors Club, Forum Pemred, Dewan Pers, SPS, PWI, AJI, IJTI, dan lainnya.
Q: Menurut Anda apa kelemahana praktisi PR kita di Indonesia?
A: Pertama, kurang memahami dan menguasai masalah. Kedua, tidak memiliki akses langsung ke pimpinan puncak korporasi. Ketiga, cuma sebagai penyelenggara Konferensi pers (EO). Keempat, kurang cakap memanfaatkan media massa sebagai "free publication." Kelima, akses ke media massa kurang menyeluruh. Keenam, hanya mengontak Jurnalis jika perlu. Ketujuh, kurang kreatif berkomunikasi atau bersilaturahmi dengan pers. Kedelapan, kerap bertindak sigap sebagai pemadam kebakaran. Kesembilan, press release yang konvensional dan kurang memikat. Kesepuluh, kurang tanggap merespon kebutuhan pers ya misalnya sulitnya akses wawancara wartawan khusus ke CEO.Sumber: PRWorld